Sabtu, 28 Juni 2014

JANGAN LUPA HAKIKAT DIRI

sudadi
sudadijawi@yahoo.com

Kita ini selaku makhluk Allah, apabila tidak diciptakan Allah, maka kita tidak akan muncul dalam alam ini, dan apabila kita tidak senantiasa dikurniakan rahmat dan nikmat oleh Allah, maka kita tidak akan sampai ada hingga sekarang ini. Karena itu maka kita tidak boleh lupa hakikat diri kita seperti yang telah dirumuskan hal keadaan ini oleh yang mulia Ibnuh Athaillah Askandary dalam kalam hikmah sebagai berikut: “Kepapaanmu adalah hakiki buatmu, sedangkan munculnya berbagai sebab mengingatmu sesuatu yang tersembunyi di atasmu tentang hakikat tersebut, dan kepapaan hakiki itu tidak dapat diangkat oleh hal-hal yang sifatnya mendatang.” Kalam Hikmah ini, agak sulit memahaminya. Karena itu marilah kita coba menjelaskannya sebagai berikut:

Pertama, sebagaimana kita ketahui bahwa nikmat Iijaad, yakni kita ini adalah ciptaan Allah, dan nikmat Imdaad, yakni kelangsungan kita, juga dengan nikmat Allah. Hal keadaan nikmat ini tidak terlepas dari kita selaku makhluk, sebab kita tidak akan ada, dan tidak ada kelangsungan hidup kita tanpa nikmat-nikmat itu. Karenanya, kepapaan dalam arti tidak ada adalah hakiki buat kita, dan juga ketergantungan kita kepada Allah, adalah suatu hal yang harus, dan tidak dapat tidak, sampai mati kita. Kita tidak dapat melepaskan diri kita dari Allah. Hal keadaan ini harus dapat disadari, difahami dan dihayati apabila kita benar-benar orang yang beragama dan beriman kepada Allah.

Kedua, umumnya manusia apabila tantangan-tantangan di dalam hidupnya tidak ada sama sekali, atau hampir tidak ada, niscaya hakikat seperti yang di atas terlupakan. Badan kita sehat, uang banyak, segala sesuatu dalam hidup tercapai, maka lupalah manusia pada hakikat di atas itu. Inilah yang membawa Fir’aun mendakwakan dirinya sebagai tuhan, seperti tersebut dalam Al-Qur’an bahwa Fir’aun mengumpulkan rakyatnya lantas ia berseru dan berkata: “Akulah tuhan kamu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 24)

Kenapa Fir’aun mendakwakan dirinya sebagai tuhan yang paling tinggi? Karena Fir’aun selama 400 tahun dalam usia yang sudah ia lalui tidak pernah sakit sedikit pun, baik kepalanya, maupun perutnya, atau lain-lainnya. Sedangkan orang-orang lain sudah pada mati, sakit-sakitan, akan tetapi tidak demikian dengan fir’aun. Tetapi jikalau Fir’aun dicoba oleh Allah dengan penyakit atau sesuatu kesukaran sebagai cobaan atau lain-lain, pasti Fir’aun tidak akan mendakwakan dirinya selaku tuhan. Oleh karena itu, maka segala macam tantangan dalam hidup ini, baik sifatnya fisik, atau sifatnya mental, merupakan sebab-sebab yang mengingatkan kita kapada Allah dan hakikat hidup bagi manusia di dalam hidupnya sering terlupakan, karena itu manusia sombong dalam hidupnya dan bertambah jauh dari Tuhannya.

Ketiga, segala nikmat yang diberikan oleh Allah seperti kesehatan, kekayaaan dan banyak lainnya, pada kebiasaannya, bahkan pada hakikatnya, tidak dapat mengangkat hakikat tersebut. Misalnya, seorang manusia, semuanya ada pada dia. Apakah dia sudah boleh melepaskan diri dari Allah sehingga dia tidak memerlukan yang Maha Pencipta itu? Tentu tidak! Oleh sebab itu kadangkala Allah sayang kepada hambaNya, maka ditukar oleh Allah nikmat yang ada dengan cobaan-cobaanNya, supaya manusia itu sadar dan insaf terhadap hakikat dirinya. Inilah gambaran yang dapat difahami dari firman Allah dalam Al-Quran:
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami memberikan nikmat kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata: Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku. Sebenarnya itu adalah ujian, tapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahuinya.” (Az-Zumar: 49)

Empat, berlainan dengan hamba-hamba Allah yang saleh, mereka itu senantiasa menghayati kepapaan mereka. Dan apabila Allah memberikan kepada mereka cobaan-cobaan di dalam hidup, baik yang sifatnya sejalan dengan nafsu manusia , atau tidak, maka cobaan-cobaan itu merupakan pupuk untuk menaikkan derajat mereka di sisi Allah. Sebab mereka senantiasa teringat kepada firman Allah dalam Al-Quran:
“Hai manusia! Kamu adalah orang-orang yang fakir terhadap Allah, dan Allah – Dialah yang Maha Kaya Lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia akan memusnahkan kamu, dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (Fathir: 15-17)

Apabila kita menghendaki supaya kita senantiasa dekat dengan Allah, dilimpahi olehNya, dan mendapatkan rahmat serta nikmatNya, maka kita harus senantiasa ingat kepada hakikat kita. Kita ini siapa, dari mana kita, sedang di mana kita, dan ke mana kita selanjutnya. Insyaallah kita tidak akan melupakan hakikat hidup ini…..!!!

Kepada para sesepuh pinisepuh dan para sedulur kwa serta para pembaca yang budiman, apabila ada kata-kata yang tak berkenan saya mohon minta maaf lahir bathin…Wasalamu’alaikum wr.wb. @@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar